HUJAN DIKALA ITU
Hujan dikala itu menghantarku menemui mu
Hujan dikala itu menumbuhkanb benih kasihku padamu
Hujan dikala itu membuatku tahu akan senyum manismu
Hujan dikala itu membuatku tahu, kau anugrah dihidupku
***
“Ujannya ngga berhenti-berhenti sih , kasian Pakde pasti
keujanan jemput aku nya, tadi waktu berangkat aku ingat sekali ia menaruh jas
hutan karna langit cerah banget pagi itu…” runtukku dalam hati.
Langit kala itu sedang tak bersahabat dengan matahari,
justru ia membiarkan Kristal-kristal air karunia Tuhan untuk menggantikan sang
surya yang kala itu sedang bersemangat menyinari sang cakrawala. Siang itu
matahari masih kokoh bertengger angkuh di langit, namun tiba-tiba hujan datang
tanpa permisi. Membiarkan sudut kota
kecil dikawasan propinsi jawa tengah ini basah karna rintikan hujan yang deras
itu.
“Hei kamu jangan hujan-hujanan”, aku sedikit berteriak
melihat seorang cowok yang terlihat bahagia melihat hujan.
Ia hanya melirik sebentar , kemudian melengos. Masih asyik
menikmati hujan itu.
“Hei, nanti kamu sakit…” Aku sedikit geram melihatnya. Dasar
cowok aneh. Apa dia tidak tahu, jika ia sakit aka nada airmata yang jatuh dari
seorang wanita yang telah mengandungnya selama Sembilan bulan. Aku beranjak
dari podium tempatku berdiri. Berlari kecil menghampirinya. Kondisi lapangan
nan luas yang licin itu membuatku harus ekstra hati-hati agar genangan air
bercampur lumpur itu tidak menciprati seragam putih –identitas SMP- yang aku
pakai ini.
“Hei kamu , jangan ujan-ujanan nanti sakit. Besok kan ada
test psikotes wajib bagi siswa baru”. Kata didepannya. Menatapnya geram.
“Tau darimana aku siswa baru juga?”. Katanya santai, masih
asyik mencabuti kelompak demi kelopak setangkai mawar putih ditangannya.
“Tau, itu”. Kataku, menunjuk seragam putih, dengan celana
panjang krem dan dari krem bertuliskan SMPN 02 Purwokerto.
“Oh”. Ia melirik sedikit kearah dasinya. “hujan itu anugrah
buat aku, kamu tau kenapa?”
Aku hanya menggeleng. “Karna justru hujan itu kasih aku
kesempatan buat ngerasain indahnya dunia, beda sama matahari”.
Aku menyelidik. “tapi kamu nanti bisa sakit”.
“engga masalah, hidup tuh engga mungkin ngga sakit”, ia menghela nafas. “Hujan itu justru
menjadi penyemangat hidupku, setiap saat aku menantikan hujan datang. Hujan itu
juga yang udah buat aku sampai sekarang masih bisa ketemu kamu, dan karena aku
sangat mencintai hujan, hujan itu berbalik selalu melindungiku”.
Aku bingung, baru kali ini akun bertemu dengan orang macam
dia. Benar-benar berbeda seratus delapan puluh derajat denganku. Aku yang
notabennya sangat benci hujan karena tubuhku yang tak mau berkompromi dengan
hujan.
“Jujur aku bingung”. Kataku polos. Ia hanya berdecak.
“Yaudah
lupain aja”. Ia menepuk pundakku.
“Aku
bakalan sakit kalo keujanan, tapi engga
tau kenapa liat kamu seneng banget ada hujan hati berbisik buat ikutan
menikmati hujan”. Ia tertegun. Baru kali ini aku berani melawan hujan, baru
kali ini ada sosok yang membuatku melihat hujan tidak hanya dari sebelah mata,
dan walaupun ini pertama kalinya aku bertemu dengannya namun ada rasa nyaman
disana, dihatiku.
“Haha
makasih ya, aku bakalan minta kehujan buat ngelindungin kamu juga. Sama seperti
hujan ngelindungin aku”. Ia tersenyum, penuh arti, tulus dan… sangat manis.
“Beneran
ya, oiya aku Audrey Audina,
kamu boleh panggil aku Odi.
Aku dari SMP Al-Azhar Cilacap”.
Aku tersenyum, mengulurkan tanganku. Iapun ikut tersenyum, balas menjabat
tanganku.
“Aku Rizky
Andromeda, dari SMPN 02
Purwokerto. Panggil saja aku Andro.
Btw kamu disini ngekos?”. Kami melepaskan acara jabat tangan, aku merasa
sedikit canggung karena ada rasa berbeda disana, di relung hatiku.
“Engga.
Aku tinggal sama pakde ku di Puri
Hijau, kamu?”.
“Oh, aku
tinggal di Permata Hijau”.
Kami sampai dibawah pohon palem, di depan sekolah baru kita
ini memang berjejer pohon palem sepanjang langan. Daun yang lebar yang dipunyai
pohon ini lumayan untuk menghindari rinai hujan yang lama-lama semakin ramai
saja.
“Andro..”
panggil seorang cowok berkacamata minus, berparas mirip dengan Andro.
“Eh kak Dika”,
Andro tersenyum ke arah kakaknya.
Menampakkan muka seperti mengisyaratkan hujannya-engga-nakal-kok-kak.
“Kamu kok hujan-hujanan, nanti Ayah sedih”. Terlihat jelas
raut kekhawatiran di muka cowok yang dipanggil ‘Kak Dika oleh Andro tadi.
“yaudah yuk pulang takut Ayah nyariin..”. Ia menggandeng
tangan kakaknya.
“eh tunggu…” Andro berhenti sebentar, membuka tas Filla
hitamnya dan mengambil sesuatu. Sebuah buku dan peluit.
“Odi ini
buat kamu”. Andro menyodorkan benda yang ia ambil tadi kearahku, tak lupa
dengan menciptakan senyum khasnya yang miring itu.
“hah? Buat aku”. Aku yang sedari tadi hanya berdiri seraya
mengusap-usap tangan untuk menghilangkan sedikit rasa dingin yang menyelimuti
diriku hanya bisa melongo tak tahu apa maksud dari tindakan Andro.
“iya ini buku tentang hujan, kalau kamu baca ini suatu saat
pasti kamu jadi suka hujan. Dan ini peluit pemanggil hujan, haha pasti kamu
anggapnya aneh ya tapi percayalah itu bisa terjadi. Karena setahun terakhir setelah Ibuku meninggal, aku sering menggunakan peluit itu untuk memanggil hujan
disaat aku merindukan Ibu,
dan aku yakin peluit aku akan
bermanfaat buat kamu. Gunakan itu saat kamu merindukan seseorang”. Ia menepuk
bahuku, tersenyum dan berlalu. Aku masih termangu di tempatkui berdiri,
aku bingung maksud dari perkataannya
itu tapi aku yakin Andro
orang yang baik dan yang pasti menyenangkan. Semoga aku dan Andro bisa menjadi sahabat
dan kita bisa sekelas nantinya.
“Andro makasih yaaaa…” aku terdasar dari lamunanku sebelum
mobilnya berlalu dari hadapanku.
Ia membuka kaca
mobilnya dan berteriak kearahku. “Sama-sama , sampai ketemu besok yaaa…
semoga kita sekelas”. Katanya sambil
tersenyum.
Aku mengangguk dan membalas senyumnya.
***
Hujan dikala itu mengisyaratkan sebuah kenangan
Hujan dikala itu hujan terakhir untukmu
Hujan dikala itu memanggilmu untuk menemaninya
Hujan dikala itu menjadi awal dan akhir pertemuan kita
Seminggu yang lalu test peikotes dilaksanakan. Dan saat itu
juga seharian aku mencarimu, mencari di mana
kelasmu.Namun hasilnya nihil, aku tak menemukan senyummu itu. Aku tak menemukan
dirimu. Entah mengapa aku merindukanmu, aku ingin
bercerita lebih banyak dengamu.
Hari ini hari pertama Masa Orientasi Siswa, ku langkahkan kakiku semangat. Semua itu karena dirimu, Andro. Karna diriku tak
sabar bertemu denganmu lagi. Dan kau tahu Andro? Pagi tadi aku memanjat doa
agar hujan bisa mengalahkan sang surya –lagi- seperti waktu itu, waktu pertama
kali aku bertemu denganmu, karena aku yakin kamu akan menari-nari ria dengan
hujan, yang menurutku sangat jarang
anak SMA apalagi seorang cowok dengan sengaja hujan-hujanan.
Aku masuk ke bangsal setelah istirahat pertama, bangsal
adalah sebuah ruangan pertemuan yang luasnya cukup untuk menampung siswa satu
sekolahku ini. Aku berbaris di barisan ke lima, di depanku ada Intan
Karunia. Gadis cantik yang kemarin
berbaik hati meminjamkanku sebuah pensil saat aku lupa membawa tempat pensilku.
Sedangkan di Belakangku ada Yudha Permana, si penggila komik yang katanya “The most handsome”
dari SMPN 02 Purwokerto itu adalah
anak manja. Kami sedang beristirahat menunggu sosialisasi tentang
ekstrakulikuler yang ada disekolah ini. Tunggu? Dia alumnus SMPN 02 Purwokerto?
Berarti dia satu sekolah sama Andro dulu, bodohnya aku tidak menyadari ini
semua sejak tadi.
“Yudha…”
kataku mencolek bahu Yudha.
“Apa Di?”.
Tanyanya, melirik ke arahku.
“Kamu
kenal Andro? Rizky Andromeda?”. Kataku yakin. Jika Yudha kenal Andro, Yudha mungkin tahu perihal menghilangnya Andro.
Tiba-tiba mimik
muka Yudha berubah, ada sorot kesedihan terpancar disana. Ada apa ini? Aku
berusaha memimalisir kekhawatiranku, meski tak bisa kupungkiri aku begitu
khawatir.
“hmm…” Yudha menarik nafas sejenak. Membenarkan posisi
duduknya. “Siapa sih Di yang engga kenal Andro di SMPku dulu, cowok multi talent juga
ranking 1 parelel diSMpku dulu. Dia sahabat aku sejak SD, Di”. Ia menerawang kedepan, matanya seperti sedang mengingat sebuah
kenangan.
“Andro udah engga
ada Di, dia udah dijemput
Tuhan seminggu yang lalu…” mata Yudha berkaca-kaca, biarpun ia seorang lelaki
namun kehilangan sahabatnya untuk selama-lamanya, membuat pertahan untuk tidak mengeluarkan air mata runtuh luluh
lantah.
DEG ! Seperti ada
sambaran keras menghantam hatiku. Aku kaget dan benar-benar tidak menyangka. Tanpa terasa airmataku telah
menetes. Andro sosok ramah itu telah pergi? Pergi bersama hujan terakhir
yang ia rasakan. Pertemuan singkat
yang berarti itu memenuhi semua otakku, senyumnya, wajahnya serta suaranya mengiang dan membayangi diriku. Tuhan, ternyata Engkau begitu menyayanginya sampai-sampai Engkau secepat
itu menginginkan dia kembali ke sisi-Mu.
“Kamu
kenal dia?” Yudha menatapku.
“Iya, aku kenal dia sehabis pengumuman
penerimaan siswa baru. Waktu itu lagi hujan, dia cerita banyak padaku. Dia
bilang dia cinta banget sama hujan, terus…”. Aku terisak. “Dia ngasih aku buku
isinya tentang keindahan hujan dan sebuah peluit”.
“Dia sakit, dan kata
dokter dia engga boleh kena sinar matahari terlalu lama. Mungkin semacam lupus. Aku engga tau dia
sebenernya sakit apa soalnya dia engga pernah cerita apapun dan ke siapapun
soal sakitnya. Aku sih tau dia sakit dari kakaknya. Setelah bunda nya meninggal dia di vonis dokter
kena penyakit situ. Dia sangat mencintai hujan karna disaat hujan datang ia
bisa menikmati dunia, karena engga
kena sinar matahari langsung dan soal buku itu, Andro pernah bilang bilang
kalau dia bakalan kasih buku dan peluit itu ke seorang cewek yang dia suka, cewek yang bisa membuat ia
merasakan jatuh cinta, dan ternyata cewek itu kamu, dan kamu jangan nangis
terus shill, Andro engga suka
cewek cengeng”.
Jadi ini semua
jawaban dimana Andro sangat mencintai hujan, dan maksud Andro memberikan
dua benda berharga miliknya itu, Andro ingin aku membunyikan peluit itu setiap
aku merindukannya. Dan Hujan kala itu adalah hujan yang tak bisa ia tebak, hujan di kala itu justru menjadi
penghantar kematiannya karena
setelah hujan itu Andro demam
tinggi dan kondisinya down, lalu dua hari setelah itu ia menghembuskan nafas
terakhirnya. Mungkin Hujan
sangat menyayangi Andro
sehingga ia mendapat tugas dari Tuhan untuk menjemput Andro pergi ke sisi
Tuhan.
“Adik-adik…” Suara Kak Roni, ketua Osis sekolahku membuat
siswa-siswi yang sedang asik
bercengkrama diam seketika, ruangan menjadi hening sejenak.
“Kita
sedang berduka cita atas kepergian teman kita tersayang Rizky Andromeda. Seorang siswa berprestasi, seminggu yang lalu ia dijemput oleh Tuhan. Dan sebagai tanda
belasungkawa kalian diharapkan menulis surat untuknya walaupun kalian yang
tidak mengenalnya, nanti surat itu kita terbangkan bersama balon udara yang
telah disiapkan pihak sekolah”. Tutur
Kak Roni.
Kemudian mengambil kertas biru muda dari buku binderku. Dan menulis surat yang berisi,
Hai Andro..
Aku tahu saat ini kamu pasti bahagia disana karena dapat
menyusul Ibu mu. Iyakan?
Jangan bandel yaa disana, nanti jika saatnya tiba aku akan
menyusulmu disana. Dan kita akan bertemu lagi untuk kedua kalinya… Aku kaget
denger kamu udah pergi L
tapi aku yakin kamu akan
memarahiku saat aku tak mengikhlaskanmu, aku janji akan mengikhlaskanmu. Terimakasih ya buat hadiahnya J dan aku janji bakalan niup peluit itu saat aku kangen
sama kamu, kamu
bahagia ya di sana...
Sekarang aku jadi
suka hujan loh sama kayak kamu. Kamu tahu keran apa? karena hujan itu yang buat kita ketemu, dan bisa kenal orang sehebat kamu.
With Love,
Audrey.
Biarlah kusimpan sampai nanti aku kan ada disana
Tenanglah dirimu dalam
kedamaian
Ingatlah
cintaku, kau tak terlihat
lagi
Namun cintamu abadi…
_end_
“Regard, Polaris”
No comments:
Post a Comment