Wednesday, April 24, 2013

Hujan dikala itu


HUJAN DIKALA ITU

Hujan dikala itu menghantarku menemui mu
Hujan dikala itu menumbuhkanb benih kasihku padamu
Hujan dikala itu membuatku tahu akan senyum manismu
Hujan dikala itu membuatku tahu, kau anugrah dihidupku

***

“Ujannya ngga berhenti-berhenti sih , kasian Pakde pasti keujanan jemput aku nya, tadi waktu berangkat aku ingat sekali ia menaruh jas hutan karna langit cerah banget pagi itu…” runtukku dalam hati.
Langit kala itu sedang tak bersahabat dengan matahari, justru ia membiarkan Kristal-kristal air karunia Tuhan untuk menggantikan sang surya yang kala itu sedang bersemangat menyinari sang cakrawala. Siang itu matahari masih kokoh bertengger angkuh di langit, namun tiba-tiba hujan datang tanpa  permisi. Membiarkan sudut kota kecil dikawasan propinsi jawa tengah ini basah karna rintikan hujan yang deras itu.
“Hei kamu jangan hujan-hujanan”, aku sedikit berteriak melihat seorang cowok yang terlihat bahagia melihat hujan.
Ia hanya melirik sebentar , kemudian melengos. Masih asyik menikmati hujan itu.
“Hei, nanti kamu sakit…” Aku sedikit geram melihatnya. Dasar cowok aneh. Apa dia tidak tahu, jika ia sakit aka nada airmata yang jatuh dari seorang wanita yang telah mengandungnya selama Sembilan bulan. Aku beranjak dari podium tempatku berdiri. Berlari kecil menghampirinya. Kondisi lapangan nan luas yang licin itu membuatku harus ekstra hati-hati agar genangan air bercampur lumpur itu tidak menciprati seragam putih –identitas SMP- yang aku pakai ini.
“Hei kamu , jangan ujan-ujanan nanti sakit. Besok kan ada test psikotes wajib bagi siswa baru”. Kata didepannya. Menatapnya geram.
“Tau darimana aku siswa baru juga?”. Katanya santai, masih asyik mencabuti kelompak demi kelopak setangkai mawar putih ditangannya.
“Tau, itu”. Kataku, menunjuk seragam putih, dengan celana panjang krem dan dari krem bertuliskan SMPN 02 Purwokerto.
“Oh”. Ia melirik sedikit kearah dasinya. “hujan itu anugrah buat aku, kamu tau kenapa?”
Aku hanya menggeleng. “Karna justru hujan itu kasih aku kesempatan buat ngerasain indahnya dunia, beda sama matahari”.
Aku menyelidik. “tapi kamu nanti bisa sakit”.
“engga masalah, hidup tuh engga mungkin ngga sakit”, ia menghela nafas. “Hujan itu justru menjadi penyemangat hidupku, setiap saat aku menantikan hujan datang. Hujan itu juga yang udah buat aku sampai sekarang masih bisa ketemu kamu, dan karena aku sangat mencintai hujan, hujan itu berbalik selalu melindungiku”.
Aku bingung, baru kali ini akun bertemu dengan orang macam dia. Benar-benar berbeda seratus delapan puluh derajat denganku. Aku yang notabennya sangat benci hujan karena tubuhku yang tak mau berkompromi dengan hujan.
“Jujur aku bingung”. Kataku polos. Ia hanya berdecak.
Yaudah lupain aja”. Ia menepuk pundakku.
Aku bakalan sakit kalo keujanan, tapi engga tau kenapa liat kamu seneng banget ada hujan hati berbisik buat ikutan menikmati hujan”. Ia tertegun. Baru kali ini aku berani melawan hujan, baru kali ini ada sosok yang membuatku melihat hujan tidak hanya dari sebelah mata, dan walaupun ini pertama kalinya aku bertemu dengannya namun ada rasa nyaman disana, dihatiku.
Haha makasih ya, aku bakalan minta kehujan buat ngelindungin kamu juga. Sama seperti hujan ngelindungin aku”. Ia tersenyum, penuh arti, tulus dan… sangat manis.
Beneran ya, oiya aku Audrey Audina, kamu boleh panggil aku Odi. Aku dari SMP Al-Azhar Cilacap”. Aku tersenyum, mengulurkan tanganku. Iapun ikut tersenyum, balas menjabat tanganku.
“Aku Rizky Andromeda, dari SMPN 02 Purwokerto. Panggil saja aku Andro. Btw kamu disini ngekos?”. Kami melepaskan acara jabat tangan, aku merasa sedikit canggung karena ada rasa berbeda disana, di relung hatiku.
Engga. Aku tinggal sama pakde ku di Puri Hijau, kamu?”.
Oh, aku tinggal di Permata Hijau”.
Kami sampai dibawah pohon palem, di depan sekolah baru kita ini memang berjejer pohon palem sepanjang langan. Daun yang lebar yang dipunyai pohon ini lumayan untuk menghindari rinai hujan yang lama-lama semakin ramai saja.
Andro..” panggil seorang cowok berkacamata minus, berparas mirip dengan Andro.
“Eh kak Dika”, Andro tersenyum ke arah kakaknya. Menampakkan muka seperti mengisyaratkan hujannya-engga-nakal-kok-kak.
“Kamu kok hujan-hujanan, nanti Ayah sedih”. Terlihat jelas raut kekhawatiran di muka cowok yang dipanggil ‘Kak Dika oleh Andro tadi.
“yaudah yuk pulang takut Ayah nyariin..”. Ia menggandeng tangan kakaknya.
“eh tunggu…” Andro berhenti sebentar, membuka tas Filla hitamnya dan mengambil sesuatu. Sebuah buku dan peluit.
Odi ini buat kamu”. Andro menyodorkan benda yang ia ambil tadi kearahku, tak lupa dengan menciptakan senyum khasnya yang miring itu.
“hah? Buat aku”. Aku yang sedari tadi hanya berdiri seraya mengusap-usap tangan untuk menghilangkan sedikit rasa dingin yang menyelimuti diriku hanya bisa melongo tak tahu apa maksud dari tindakan Andro.
“iya ini buku tentang hujan, kalau kamu baca ini suatu saat pasti kamu jadi suka hujan. Dan ini peluit pemanggil hujan, haha pasti kamu anggapnya aneh ya tapi percayalah itu bisa terjadi. Karena setahun terakhir setelah Ibuku meninggal, aku sering menggunakan peluit itu untuk memanggil hujan disaat aku merindukan Ibu, dan aku yakin peluit aku akan bermanfaat buat kamu. Gunakan itu saat kamu merindukan seseorang”. Ia menepuk bahuku, tersenyum dan berlalu. Aku masih termangu di tempatkui berdiri, aku bingung maksud dari perkataannya itu tapi aku yakin Andro orang yang baik dan yang pasti menyenangkan. Semoga aku dan Andro bisa menjadi sahabat dan kita bisa sekelas nantinya.
“Andro makasih yaaaa…” aku terdasar dari lamunanku sebelum mobilnya berlalu dari hadapanku.
Ia membuka kaca mobilnya dan berteriak kearahku. “Sama-sama , sampai ketemu besok yaaa… semoga kita sekelas”. Katanya sambil tersenyum.
Aku mengangguk dan membalas senyumnya.

***

Hujan dikala itu mengisyaratkan sebuah kenangan
Hujan dikala itu hujan terakhir untukmu
Hujan dikala itu memanggilmu untuk menemaninya
Hujan dikala itu menjadi awal dan akhir pertemuan kita

Seminggu yang lalu test peikotes dilaksanakan. Dan saat itu juga seharian aku mencarimu, mencari di mana kelasmu.Namun hasilnya nihil, aku tak menemukan senyummu itu. Aku tak menemukan dirimu. Entah mengapa aku merindukanmu, aku ingin bercerita lebih banyak dengamu.
Hari ini hari pertama Masa Orientasi Siswa, ku langkahkan kakiku semangat. Semua itu karena dirimu, Andro. Karna diriku tak sabar bertemu denganmu lagi. Dan kau tahu Andro? Pagi tadi aku memanjat doa agar hujan bisa mengalahkan sang surya –lagi- seperti waktu itu, waktu pertama kali aku bertemu denganmu, karena aku yakin kamu akan menari-nari ria dengan hujan, yang menurutku sangat jarang anak SMA apalagi seorang cowok dengan sengaja hujan-hujanan.
Aku masuk ke bangsal setelah istirahat pertama, bangsal adalah sebuah ruangan pertemuan yang luasnya cukup untuk menampung siswa satu sekolahku ini. Aku berbaris di barisan ke lima, di depanku ada Intan Karunia. Gadis cantik yang kemarin berbaik hati meminjamkanku sebuah pensil saat aku lupa membawa tempat pensilku. Sedangkan di Belakangku ada Yudha Permana, si penggila komik yang katanya “The most handsome” dari SMPN 02 Purwokerto itu adalah anak manja. Kami sedang beristirahat menunggu sosialisasi tentang ekstrakulikuler yang ada disekolah ini. Tunggu? Dia alumnus SMPN 02 Purwokerto? Berarti dia satu sekolah sama Andro dulu, bodohnya aku tidak menyadari ini semua sejak tadi.
Yudha…” kataku mencolek bahu Yudha.
Apa Di?”. Tanyanya, melirik ke arahku.
Kamu kenal Andro? Rizky Andromeda?”. Kataku yakin. Jika Yudha kenal Andro, Yudha mungkin tahu perihal menghilangnya Andro.
Tiba-tiba mimik muka Yudha berubah, ada sorot kesedihan terpancar disana. Ada apa ini? Aku berusaha memimalisir kekhawatiranku, meski tak bisa kupungkiri aku begitu khawatir.
“hmm…” Yudha menarik nafas sejenak. Membenarkan posisi duduknya. “Siapa sih Di yang engga kenal Andro di SMPku dulu, cowok multi talent juga ranking 1 parelel diSMpku dulu. Dia sahabat aku sejak SD, Di”. Ia menerawang kedepan, matanya seperti sedang mengingat sebuah kenangan.
“Andro udah engga ada Di, dia udah dijemput Tuhan seminggu yang lalu…” mata Yudha berkaca-kaca, biarpun ia seorang lelaki namun kehilangan sahabatnya untuk selama-lamanya, membuat pertahan  untuk tidak mengeluarkan air mata runtuh luluh lantah.
DEG ! Seperti ada sambaran keras menghantam hatiku. Aku kaget dan benar-benar tidak menyangka. Tanpa terasa airmataku telah menetes. Andro sosok ramah itu telah pergi? Pergi bersama hujan terakhir yang ia rasakan. Pertemuan singkat yang berarti itu memenuhi semua otakku, senyumnya, wajahnya serta suaranya mengiang dan membayangi diriku. Tuhan, ternyata Engkau begitu menyayanginya sampai-sampai Engkau secepat itu menginginkan dia kembali ke sisi-Mu.
Kamu kenal dia?” Yudha menatapku.
 Iya, aku kenal dia sehabis pengumuman penerimaan siswa baru. Waktu itu lagi hujan, dia cerita banyak padaku. Dia bilang dia cinta banget sama hujan, terus…”. Aku terisak. “Dia ngasih aku buku isinya tentang keindahan hujan dan sebuah peluit”.
 “Dia sakit, dan kata dokter dia engga boleh kena sinar matahari terlalu lama. Mungkin semacam lupus. Aku engga tau dia sebenernya sakit apa soalnya dia engga pernah cerita apapun dan ke siapapun soal sakitnya. Aku sih tau dia sakit dari kakaknya. Setelah bunda nya meninggal dia di vonis dokter kena penyakit situ. Dia sangat mencintai hujan karna disaat hujan datang ia bisa menikmati dunia, karena engga kena sinar matahari langsung dan soal buku itu, Andro pernah bilang bilang kalau dia bakalan kasih buku dan peluit itu ke seorang cewek yang dia suka, cewek yang bisa membuat ia merasakan jatuh cinta, dan ternyata cewek itu kamu, dan kamu jangan nangis terus shill, Andro engga suka cewek cengeng”.
Jadi ini semua jawaban dimana Andro sangat mencintai hujan, dan maksud Andro memberikan dua benda berharga miliknya itu, Andro ingin aku membunyikan peluit itu setiap aku merindukannya. Dan Hujan kala itu adalah hujan yang tak bisa ia tebak, hujan di kala itu justru menjadi penghantar kematiannya karena setelah hujan itu Andro demam tinggi dan kondisinya down, lalu dua hari setelah itu ia menghembuskan nafas terakhirnya. Mungkin Hujan sangat menyayangi Andro sehingga ia mendapat tugas dari Tuhan untuk menjemput Andro pergi ke sisi Tuhan.
“Adik-adik…” Suara Kak Roni, ketua Osis sekolahku membuat siswa-siswi yang sedang asik bercengkrama diam seketika, ruangan menjadi hening sejenak.
Kita sedang berduka cita atas kepergian teman kita tersayang Rizky Andromeda. Seorang siswa berprestasi, seminggu yang lalu ia dijemput oleh Tuhan. Dan sebagai tanda belasungkawa kalian diharapkan menulis surat untuknya walaupun kalian yang tidak mengenalnya, nanti surat itu kita terbangkan bersama balon udara yang telah disiapkan pihak sekolah”. Tutur Kak Roni.
Kemudian mengambil kertas biru muda dari buku binderku. Dan menulis surat yang berisi,

Hai Andro..
Aku tahu saat ini kamu pasti bahagia disana karena dapat menyusul Ibu mu. Iyakan?
Jangan bandel yaa disana, nanti jika saatnya tiba aku akan menyusulmu disana. Dan kita akan bertemu lagi untuk kedua kalinya… Aku kaget denger kamu udah pergi L tapi aku yakin kamu akan memarahiku saat aku tak mengikhlaskanmu, aku janji akan mengikhlaskanmu. Terimakasih ya buat hadiahnya J dan aku janji bakalan niup peluit itu saat aku kangen sama kamu, kamu bahagia ya di sana...
Sekarang aku jadi suka hujan loh sama kayak kamu. Kamu tahu keran apa? karena hujan itu yang buat kita ketemu, dan bisa kenal orang sehebat kamu.
With Love, Audrey.
Biarlah kusimpan sampai nanti aku kan ada disana
Tenanglah dirimu dalam kedamaian
Ingatlah cintaku, kau tak terlihat lagi
Namun cintamu abadi…

_end_
“Regard, Polaris”

No comments:

Post a Comment